Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

Nothing Personal*

Gambar
Suatu hari -dari seorang ustadz- penulis mendengar kisah seekor semut yang melakukan perbuatan dan berakibat terbunuhnya seluruh semut. Perbuatan yang semula hanya ia lakukan sebagai respons dan bersifat keputusan personal, ternyata memiliki dampak komunal dan berakibat pada kehidupan sosial. Syahdan, seorang pemimpin sebuah pasukan duduk di atas tanah dalam perjalanannya menuju suatu tempat. Tanpa sengaja, pimpinan pasukan tersebut menduduki seekor semut yang tak jauh berada dari sarangnya. Sontak, sang semut menganggapnya sebagai sebuah serangan, atau setidaknya pimpinan pasukan tersebut telah membuatnya kesakitan. Sebagai respons, tanpa pikir panjang ia melawan, membalas dengan gigitan. Sang semut hanya merespons berdasarkan insting bertahan dan reaksi atas rasa sakit yang ia rasakan. Pertimbangannya menggigit pimpinan pasukan itu, benar-benar pertimbangan personal. Tentu saja tanpa ia rundingkan terlebih dulu dengan kepala suku semut, atau induk semang. Yang ia pikirkan ha

Wong Fei Hung, ULAMA jagoan dari Guandong

Gambar
Kali ini ingin berbagi mengenai sejarah yang bisa jadi selama ini tidak kita ketahui kebenarannya. Tulisan ini sebenarnya sudah lama bertengger di blog saya, tapi sengaja saya perbaharui dengan menambahkan gambar tokoh aslinya. Semoga bermanfaat dan semakin menambah rasa keimanan dan kebanggaan kita dalam berislam. Wong Fei Hung Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film " Once Upon A Time in China ". Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung? Wong Fei Hung adalah seorang ulama, ahli pengobatan, dan ahli beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China .  Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan komunis di China. Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim ya

RESENSI : KEMI "Cinta Kebebasan yang Tersesat"

Gambar
Hari ini baru saja menyelesaikan membaca novel “KEMI, Cinta Kebebasan yang Tersesat” karangan Ustadz Adian Husaini yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia bidang Ghazwul Fikri dan saat ini sedang menjabat sebagai direktur Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor sejak 2010.  KEMI, awalnya saya bingung saat pertama kali mendengar judulnya. Kok lucu ya? Namun, saat membaca resensi bukunya yang kebetulan saya lihat di toko buku online, saya pun tertarik. Apalagi, disitu ada quote dari seseorang yang sangat saya kagumi, Bapak Taufiq Ismail, sastrawan hebat Indonesia. Ia berkata “Setelah wajah pesantren dicoreng moreng dalam film Perempuan Berkalung Sorban, novel Adian Husaini ini berhasil menampilkan wajah pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang ideal dan tokoh-tokoh pesantren yang berwawasan luas, sekaligus gigih membendung gelombang liberalisme.” Siapa yang tak kenal Ustadz Adian Husaini? Bagi saya, yang sangat tertarik dengan isu-isu pemikiran

A Gift on November 2011

Gambar
“Utlubul ‘ilma walau fissin” China, siapa tak kenal dia? Kata mutiara di atas kerap kali terdengar manakala seseorang memiliki impian besar menempa ilmu di rantauan. Negeri Panda ini memiliki kenangan khusus bagi saya pada Bulan November 2011 lalu. Alhamdulillah, Allah memberi saya kesempatan mengunjungi negara ini, tepatnya di ibukota Beijing selama seminggu. Bermula dari keikutsertaan saya di organisasi kehutanan Internasional, IFSA Lc IPB. Saat itu, FAO serta sejumlah organisasi dan lembaga kehutanan Internasional akan mengadakan APFW (Asia-Pacific Forestry Week) yang kedua di Beijing dengan tema "New Challenges New Opportunities". Ternyata IFSA (International Forestry Students’ Association) sebagai satu-satunya organisasi pemuda kehutanan di dunia juga diikutsertakan untuk meramaikan kegiatan ini dan bersama-sama merumuskan langkah-langkah solutif yang akan ditempuh untuk melestarikan hutan dunia. IFSA pusat pun meminta delegasi kepada setiap Local Committee (Lc) t

Taste of Nostalgia

Gambar
1 Muharram 1435 H, 23.10 WIB Malam semakin larut, tapi rasanya ada sesuatu yang masih menggelayuti pikiran saya. Tahun telah berganti, tapi rasanya ada semangat yang masih belum berganti hingga akhirnya ia usang dan tak terbersihkan. Ia masih menyisakan memori mendalam dan tak kunjung usai datang bertandang dalam benak saya. Sekuat tenaga saya coba untuk lupakan, semakin kuat pula ia menancap. Tak jarang memori ini membuat saya menangis. Menangis atas kecengengan saya, menangis atas ketidakberdayaan saya, menangis karena malu pada Sang Khalik. Duhai memori, apa begitu berat kamu melenyapkan diri? Atau apakah saya yang tidak siap akan kehilanganmu? Tahun telah berganti, tapi ia menyisakan berjuta kenangan yang tak mungkin bisa diganti. Begitu banyak yang berkata “Andai saya bisa mengulang kembali”. Ah, waktu. Ia tak pernah mau berkompromi dengan siapapun. Ia hanya berkompromi dengan Zat yang menciptakannya. Sayangnya, Zat itupun telah memiliki ketentuannya sendiri. Tahun telah