Redire ad scripturam

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ciao!

Be back again setelah sekian lama absen menulis di blog ini. Well, being consistent is not that easy though 😂

Almost 4 years now. There are a lot of changes in my life. Saya bisa bilang (wel, self-opinion sih.hehe) saya melalui proses bertumbuh dalam pikiran, perasaan maupun perbuatan. There were a lot of regrets in the past, but still many things to be grateful for. 



What were my achievements during these 4 years? Actually, if we talk about material things, there were not so many. But if we talk about new things that have been done, new things that have been and continue to be learned, meeting new people, I can say that I got all of that. Kill two birds with one stone? Maybe? 😁 (Ngomong apa sih, Chiii?) 😆

Alhamdulillah, all praise to Allah . Salah satu diantaranya ialah di penghujung tahun 2019 Allah  berikan rezeki untuk mampu menapaki satu anak tangga baru episode kehidupan di dunia akademik. I got LPDP scholarship to continue my study in between the US or South Korea. To be honest, I felt incompetent at that time. Am I able to do that? Do I really suitable to receive such a scholarship? Lah, terus kenapa daftar beasiswa kalau punya pertanyaan-pertanyaan meragukan seperti itu? I'll tell you in another post :)

Setelah mendengar pengumuman kelolosan LPDP, ada banyak hal yang membuat saya harus menempa diri untuk lebih terlatih memasuki dunia akademis kembali. Salah satunya, menulis.

Sudah lama sekali rasanya semenjak saya wisuda, daaan saya tidak pernah lagi melakukan aktivitas menulis ilmiah. Pernah sekali di tahun 2019 saat saya diminta menulis oleh WWF Indonesia untuk proyek buku "Kepingan Cerita Negeri", tapi ya lebih seperti jurnal atau reportase mungkin, kumpulan cerita dari para "penulis" mengenai lokal inisiatif yang ada di daerah masing-masing. Saya sengaja menulis tanda petik pada "penulis" karena sejujurnya saya merasa belum pantas disebut penulis. Apalah saya yang hanya suka menulis untuk melepaskan unek-unek melalui media sosial 😅😂. I'll tell you in another post too :)

My first book :"

Di pertengahan 2020 kemarin, saat pandemi covid-19 menjadi momok yang menakutkan di berbagai belahan dunia, online class pun menjamur, termasuk kelas pengayaan bahasa yang saya ikuti dari LPDP di Yogyakarta. Di saat itu pula, CADIK membuka open recruitment untuk mengikuti kelas matrikulasi untuk melakukan penelitian (Kalau tidak salah ingat, karena topik penelitian ini yang membuat saya tertarik mendaftar. Oya, kalau belum tau CADIK, nanti saja saya ceritakan di tulisan lainnya ya). Sesungguhnya saya sudah tidak berniat untuk berada di CADIK kembali. Personal matter? Hmm :) Sejujurnya banyak sekali hal yang saya pikirkan dan pertimbangkan ketika ingin mendaftar. Apa iya, CADIK akan jadi wadah yang suitable untuk saya? Dan sejumlah pertanyaan-pertanyaan lain yang berkelindan dalam diri. Tapi pada akhirnya saya mendaftarkan diri, keinginan untuk belajar dan melatih diri untuk menulis dan memasuki dunia penelitian ini lebih besar dibanding kecemasan-kecemasan saya lainnya. Meskipun, well, ekspektasi saya ternyata cukup berbeda jauh dengan apa yang saya dapatkan. 

Terus, kecewa? Absolutely NOT :). Saya justru sangat bersyukur Allah SWT menunjukkan jalan untuk meniti ilmu dengan benar. Sebuah karunia yang seringkali membuat saya tergugu saat berdialog denganNya. Seperti kata Syahrini "Sungguh sesuatu". Ya, sesuatu sekali ketika saya berkenalan dengan pemikiran Prof. Al Attas, tentang worldview of Islam (yang sebenarnya sudah saya dapatkan ketika mengikuti Sekolah Pemikiran Islam. Tapi mungkin karena ada tabir dalam jiwa, pemahaman itu tidak bisa masuk), tentang konsep ilmu, kebahagiaan, dan konsep lainnya yang beliau paparkan dalam tulisan-tulisan bernas pada buku-bukunya (tapi saya pun baru berkenalan sekilas dengan konsep-konsep yang beliau kenalkan, belum sampai pada menyelami isi pada buku beliau 🙈). 

Setelah menjalani beberapa aktivitas bersama CADIK, saya sepakat dengan ungkapan dalam "A Hat Full of Sky" karya Terry Pratchett. Dia menulis, 

“Why do you go away? So that you can come back. So that you can see the place you came from with new eyes and extra colours. And the people there see you differently, too. Coming back to where you started is not the same as never leaving.”

Mungkin, kita pernah merasa tidak sejalan. "Pergi sejenak dan kembali lagi", bisa jadi, adalah sebuah cara untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda, menjadi jalan untuk menemukan hikmah :"


Sincerely yours,

_yang menyebut dirinya_
"Kejora Timur"

Ramadhan 1st, 13 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

North Star Journey #1 : WELCOME

pelajaran dari novel "diorama sepasang AlBnna"

Sepintas Gender, Menilik Patriarki