Taste of Nostalgia
1 Muharram 1435 H, 23.10 WIB
Malam semakin larut, tapi rasanya ada sesuatu yang masih menggelayuti pikiran saya.
Tahun telah berganti, tapi rasanya ada semangat yang masih belum berganti hingga akhirnya ia usang dan tak terbersihkan. Ia masih menyisakan memori mendalam dan tak kunjung usai datang bertandang dalam benak saya. Sekuat tenaga saya coba untuk lupakan, semakin kuat pula ia menancap. Tak jarang memori ini membuat saya menangis. Menangis atas kecengengan saya, menangis atas ketidakberdayaan saya, menangis karena malu pada Sang Khalik. Duhai memori, apa begitu berat kamu melenyapkan diri? Atau apakah saya yang tidak siap akan kehilanganmu?
Tahun telah berganti, tapi ia menyisakan berjuta kenangan yang tak mungkin bisa diganti. Begitu banyak yang berkata “Andai saya bisa mengulang kembali”. Ah, waktu. Ia tak pernah mau berkompromi dengan siapapun. Ia hanya berkompromi dengan Zat yang menciptakannya. Sayangnya, Zat itupun telah memiliki ketentuannya sendiri.
Tahun telah berganti, dan cerita pun akan terus ada, begitu pula pelaku-pelakunya. Akan ada orang-orang baru yang datang silih dan berganti. Akan ada pula orang-orang yang senantiasa mendampingi kita melalui kisah-kisah baru. Akan ada pula orang-orang dari masa lalumu yang datang kembali di masa depanmu.
Tahun telah berganti, dan semakin sedikit pula waktu yang tersisa untuk mengumpulkan pundi-pundi amal sebagai bekal di akhirat kelak. Merasa belum banyak berbuat, belum banyak bermanfaat, belum banyak melakukan perubahan. Saya selalu iri dengan mereka yang banyak berbuat. Sepertinya tak pernah habis aktivitas mereka melakukan kerja-kerja besar untuk perubahan. Perubahan untuk diri mereka sendiri, keluarga, lingkungan, bangsa dan negara ini. Ah, bahkan pekerjaan rumah saya belum selesai-selesai juga. Rasanya malu memiliki titel sebagai pemuda Indonesia. Malu pada Rasulullah SAW, pada Khadijah ra., pada Ali bin Abi Thalib ra., pada Mush’ab bin ‘umair ra., pada Aisyah ra., pada Muhammad Al Fatih, pada Laksamana Keumalahayati, pada Tjut Nya’ Dien, pada Moh. Natsir, pada Bung Hatta, juga pada pemuda-pemuda yang selalu terjaga dari kemaksiatan. Ah, saya juga malu dengan Bunda Tatty dan Pak Elmir, Presma IPB, Ketua KAMMI Daerah Bogor, tim-tim taktis FIM, bahkan dengan sahabat-sahabat terdekat saya dan yang berada dalam satu atap dan satu kamar. Entah kenapa jika membandingkan kontribusi-kontribusi yang sudah mereka lakukan dibandingkan saya, rasanya beda antara langit dan bumi, atau minimal antara kutub utara dan kutub selatan. Belajar, belajar, dan belajar! Konkrit, konkrit, dan konkrit!
Tahun telah berganti, namun memori-memori itu masih terekam jelas dalam ingatan. Begitu banyak orang-orang yang punya andil besar dalam perubahan hidup saya, orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan untuk memaknai mozaik-mozaik kehidupan.
Tahun telah berganti dan saya masih menjadi mahasiswa. Ah, mahasiswa. Tapi saya harus mengakui bahwa dengan titel ini ada lompatan besar yang terjadi. Ada akselerasi pemahaman yang terjadi tanpa saya ketahui sebelumnya. Dan saya ingin berterimakasih banyak kepada TARBIYAH. Melaluinya saya mengenal si X, si Y, si Z, dan kawan-kawan lainnya. Melalui tarbiyah, saya merasakan bagaimana dinamisnya organisasi-organisasi yang banyak dibicarakan orang sejak saya tingkat pertama. Berada di BEM TPB, BEM Fahutan, DAK, KAMMI IPB, KAMMI Daerah Bogor, IFSA Lc IPB, Forum Indonesia Muda dsbnya. Melalui tarbiyah, saya belajar bagaimana menyeimbangkan antara asupan jiwa, hati, akal, fisik dan sejumlah potensi lain dalam diri. Walau kenyataannya dalam praktek keseharian masih saja terlihat jomplang. Melalui tarbiyah, saya memahami bahwa ada banyak hal yang harus kita lihat dari sisi berbeda, sebab pahamku belum tentu menjadi pahammu, tapi prinsipku harus tetap menjadi prinsipku. Karena ikatan vertikal belum tentu diketahui ikatan horisontal, namun ikatan horisontal sudah tentu diketahui ikatan vertikal.
Tahun telah berganti, dan impian yang saya tulis pun satu per satu tercapai. Meski tak jarang begitu banyak yang tak terwujud. Yah, bukankah impian yang terwujud adalah hasil dari usaha keras dan pengorbanan untuk mendapatkannya? Jika usaha belum optimal, mana bisa kita mendapatkan hasil yang optimal? Atau meskipun usaha sudah optimal namun hasil tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, bukankah Allah adalah sebaik-baiknya pembalas? Apa yang kita ragukan?
Tahun telah berganti, dan sahabat pun silih berganti. Tapi ia yang sejati takkan lelah mengingatkanmu, takkan lelah menghiburmu, takkan lelah menasihatimu. Kalian tau? Saat saya sedang membuat tulisan ini, yang terbayang adalah masa-masa kita bersama memulai perkenalan, kemudian menjadi dekat tanpa pernah sadar bahwa tiba-tiba ikatan ini sudah menjadi sedemikian kuat. Lalu bayangan ini menjadi lebih jauh. Saya berpikir, bagaimana rasanya ketika kita berkumpul nanti dan telah memiliki pasangan hidup masing-masing yang dijodohkan Tuhan? Ah, nostalgia!
Tahun telah berganti, tapi saya berharap semoga keistiqomahan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Rabb Sang Pencipta tak berganti menjadi keingkaran. Na’udzubillahi min dzalik.
Tahun telah berganti, dan hei! Waktu yang tersedia jauh lebih sedikit dari kewajiban yang harus ditunaikan?
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Di Ruang Biru
*Inspired by : Slogan "Kedai Ice Cream Gentong"
Source Image : http://www.gameinformer.com/blogs/members/b/rfxrage_blog/archive/2013/08/09/nostalgia.aspx
Malam semakin larut, tapi rasanya ada sesuatu yang masih menggelayuti pikiran saya.
Tahun telah berganti, tapi rasanya ada semangat yang masih belum berganti hingga akhirnya ia usang dan tak terbersihkan. Ia masih menyisakan memori mendalam dan tak kunjung usai datang bertandang dalam benak saya. Sekuat tenaga saya coba untuk lupakan, semakin kuat pula ia menancap. Tak jarang memori ini membuat saya menangis. Menangis atas kecengengan saya, menangis atas ketidakberdayaan saya, menangis karena malu pada Sang Khalik. Duhai memori, apa begitu berat kamu melenyapkan diri? Atau apakah saya yang tidak siap akan kehilanganmu?
Tahun telah berganti, tapi ia menyisakan berjuta kenangan yang tak mungkin bisa diganti. Begitu banyak yang berkata “Andai saya bisa mengulang kembali”. Ah, waktu. Ia tak pernah mau berkompromi dengan siapapun. Ia hanya berkompromi dengan Zat yang menciptakannya. Sayangnya, Zat itupun telah memiliki ketentuannya sendiri.
Tahun telah berganti, dan cerita pun akan terus ada, begitu pula pelaku-pelakunya. Akan ada orang-orang baru yang datang silih dan berganti. Akan ada pula orang-orang yang senantiasa mendampingi kita melalui kisah-kisah baru. Akan ada pula orang-orang dari masa lalumu yang datang kembali di masa depanmu.
Tahun telah berganti, dan semakin sedikit pula waktu yang tersisa untuk mengumpulkan pundi-pundi amal sebagai bekal di akhirat kelak. Merasa belum banyak berbuat, belum banyak bermanfaat, belum banyak melakukan perubahan. Saya selalu iri dengan mereka yang banyak berbuat. Sepertinya tak pernah habis aktivitas mereka melakukan kerja-kerja besar untuk perubahan. Perubahan untuk diri mereka sendiri, keluarga, lingkungan, bangsa dan negara ini. Ah, bahkan pekerjaan rumah saya belum selesai-selesai juga. Rasanya malu memiliki titel sebagai pemuda Indonesia. Malu pada Rasulullah SAW, pada Khadijah ra., pada Ali bin Abi Thalib ra., pada Mush’ab bin ‘umair ra., pada Aisyah ra., pada Muhammad Al Fatih, pada Laksamana Keumalahayati, pada Tjut Nya’ Dien, pada Moh. Natsir, pada Bung Hatta, juga pada pemuda-pemuda yang selalu terjaga dari kemaksiatan. Ah, saya juga malu dengan Bunda Tatty dan Pak Elmir, Presma IPB, Ketua KAMMI Daerah Bogor, tim-tim taktis FIM, bahkan dengan sahabat-sahabat terdekat saya dan yang berada dalam satu atap dan satu kamar. Entah kenapa jika membandingkan kontribusi-kontribusi yang sudah mereka lakukan dibandingkan saya, rasanya beda antara langit dan bumi, atau minimal antara kutub utara dan kutub selatan. Belajar, belajar, dan belajar! Konkrit, konkrit, dan konkrit!
Tahun telah berganti, namun memori-memori itu masih terekam jelas dalam ingatan. Begitu banyak orang-orang yang punya andil besar dalam perubahan hidup saya, orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan untuk memaknai mozaik-mozaik kehidupan.
Tahun telah berganti dan saya masih menjadi mahasiswa. Ah, mahasiswa. Tapi saya harus mengakui bahwa dengan titel ini ada lompatan besar yang terjadi. Ada akselerasi pemahaman yang terjadi tanpa saya ketahui sebelumnya. Dan saya ingin berterimakasih banyak kepada TARBIYAH. Melaluinya saya mengenal si X, si Y, si Z, dan kawan-kawan lainnya. Melalui tarbiyah, saya merasakan bagaimana dinamisnya organisasi-organisasi yang banyak dibicarakan orang sejak saya tingkat pertama. Berada di BEM TPB, BEM Fahutan, DAK, KAMMI IPB, KAMMI Daerah Bogor, IFSA Lc IPB, Forum Indonesia Muda dsbnya. Melalui tarbiyah, saya belajar bagaimana menyeimbangkan antara asupan jiwa, hati, akal, fisik dan sejumlah potensi lain dalam diri. Walau kenyataannya dalam praktek keseharian masih saja terlihat jomplang. Melalui tarbiyah, saya memahami bahwa ada banyak hal yang harus kita lihat dari sisi berbeda, sebab pahamku belum tentu menjadi pahammu, tapi prinsipku harus tetap menjadi prinsipku. Karena ikatan vertikal belum tentu diketahui ikatan horisontal, namun ikatan horisontal sudah tentu diketahui ikatan vertikal.
Tahun telah berganti, dan impian yang saya tulis pun satu per satu tercapai. Meski tak jarang begitu banyak yang tak terwujud. Yah, bukankah impian yang terwujud adalah hasil dari usaha keras dan pengorbanan untuk mendapatkannya? Jika usaha belum optimal, mana bisa kita mendapatkan hasil yang optimal? Atau meskipun usaha sudah optimal namun hasil tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, bukankah Allah adalah sebaik-baiknya pembalas? Apa yang kita ragukan?
Tahun telah berganti, dan sahabat pun silih berganti. Tapi ia yang sejati takkan lelah mengingatkanmu, takkan lelah menghiburmu, takkan lelah menasihatimu. Kalian tau? Saat saya sedang membuat tulisan ini, yang terbayang adalah masa-masa kita bersama memulai perkenalan, kemudian menjadi dekat tanpa pernah sadar bahwa tiba-tiba ikatan ini sudah menjadi sedemikian kuat. Lalu bayangan ini menjadi lebih jauh. Saya berpikir, bagaimana rasanya ketika kita berkumpul nanti dan telah memiliki pasangan hidup masing-masing yang dijodohkan Tuhan? Ah, nostalgia!
Tahun telah berganti, tapi saya berharap semoga keistiqomahan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Rabb Sang Pencipta tak berganti menjadi keingkaran. Na’udzubillahi min dzalik.
Tahun telah berganti, dan hei! Waktu yang tersedia jauh lebih sedikit dari kewajiban yang harus ditunaikan?
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Di Ruang Biru
*Inspired by : Slogan "Kedai Ice Cream Gentong"
Source Image : http://www.gameinformer.com/blogs/members/b/rfxrage_blog/archive/2013/08/09/nostalgia.aspx
Komentar
Posting Komentar