Sepintas Gender, Menilik Patriarki

Tulisan ini repost dari tulisan saya yang ada di tumblr.. Monggo dibaca :)

...
Sepagi ini sedang fokus membaca buku “Gender dan Keluarga" karangan salah satu dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen di IPB, namanya Herien Puspitawati.

Membaca satu bab mengenai “Konsep dan Pandangan Budaya di Indonesia tentang Gender dan Kedudukan Perempuan" agak miris rasanya dengan hasil analisis sistem kekeluargaan yang dianut berbagai suku di Indonesia. Kenapa miris? Just check it out!

Sistem kekerabatan di indonesia itu ada 3, patriarki (sistem kekerabatan dimana keluarga inti mengacu pada garis keturunan ayah), matriarki (sistem kekerabatan dimana keluarga inti mengacu pada garis keturunan ibu) dan parental/bilateral (gabungan antara patriarki dan matriarki). Hampir semua suku di Indonesia menganut sistem patriarki, hanya satu suku yang menganut sistem matriarki yakni suku Minangkabau. Beberapa menganut sistem parental, hanya saja sepertinya pengaruh seorang laki-laki tetap dominan.

Di dalam bukunya, Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa, sistem sosial budaya di Indonesia yang didominasi oleh sistem patriarki, memberikan variasi perbedaan peran gender dari mulai yang cenderung kaku sampai dengan yang cukup fleksibel pada kehidupan keluarga dan masyarakat sehari-hari. Perbedaan peran gender yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya masyarakat inilah yang melahirkan ketidakadilan gender terutama bagi kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun stereotipe bagi kaum perempuan. Mau contoh? Di sebagian besar masyarakat sunda dan jawa, peran perempuan diidentikan sebagai peran di “Dapur/Masak, Kasur/Manak, Pupur/Macak" (Dapur utuk menyediakan makanan dan kegiatan domestik, kasur untuk memuaskan kebutuhan  seksual dan untuk regeneratif keluarga, dan Pupur/dandan untuk kebutuhan suami). Oleh karena peran itu, akhirnya masyarakat kita banyak yang berpikir bahwa pendidikan tidak penting untuk perempuan karena ujung-ujungnya akan kembali ke 3 peran tadi.

Sistem patriarki ini pada akhirnya menempatkan perempuan sebagai orang nomor dua dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, sedangkan peran laki-laki sebagai pemimpin keluarga dan tulang punggung keluarga.

Dari sedikit cuap-cuap saya di atas, saya bukannya berusaha mendukung kesetaraan gender. Oh, tidak! Bagi saya, laki-laki dan perempuan sudah diberikan hak istimewa masing-masing oleh Allah SWT dalam menjalankan perannya. Tak ada yang salah dalam sistem patriarki ataupun matriarki. Yang salah menurut saya adalah jika kita tidak menyadari proporsi yang seharusnya didapatkan oleh laki-laki dan perempuan dan menjadi dzalim dalam pengembangan  potensinya. 

Saya agak miris dengan tulisan ini “Karena perempuan disimbolkan sebagai pembentuk SDM anak (kognitif, budi pekerti, dan perilaku sosial), kalau ada kejadian apakah anaknya terkena narkoba, menghamili anak orang lain atau dihamili anak orang lain, atau anak tidak naik kelas, ataupun anak terkena suatu penyakit, yang pertama kali disalahkan adalah perempuan, karena perempuan dinilai tidak dapat mendidik dan merawat anaknya menjadi anak yang bager, cager, dan pinter. Seandainya secara kebetulan perempuan tersebut berprestasi, maka semakin kuatlah punishment dari budaya terhadap perbuatan perempuan akibat bekerja sehingga lupa akan kodrati sebagai ibu dari anak-anak." Bukannya tidak setuju bahwa seorang perempuan (read:ibu) adalah pendidik utama bagi anak. Tapi bukankah seorang laki-laki (read: ayah) juga berperan dalam menahkodai institusi inti bernama keluarga? Jadi, jika ada keluarga yang anaknya bermasalah, cek kondisi ibu dan ayahnya. Bermasalah atau tidak.

Sisi lain yang saya dapat dari paragraf di atas yakni jika dengan bekejanya perempuan akan mengganggu stabilitas keluarga, maka masyarakat kita yang terdiri dari beragam suku di Indonesia lebih memilih perempuan untuk tidak bekerja. Pemikiran semacam ini akan melahirkan pemikiran lainnya bahwa, jika perempuan tidak bekerja, maka lebih baik tidak usah disekolahkan sekalian. Kalau sudah begini, maka saya termasuk orang yang menentang pemikiran semacam ini.

Perempuan berhak mendapat pendidikan setinggi yang ia mampu.  Bangsa kita berhak mendapatkan generasi yang cemerlang dari rahim perempuan-perempuan yang cemerlang. Budaya yang baik kita teladani, yang tidak baik jangan diikuti. Sistem apapun itu, seharusnya bisa mewadahi institusi keluarga untuk berkembang dan memajukan bangsa ini, bukan sebaliknya, membuat salah satu pihak terkungkung. 

Oke, sekian dulu sedikit cuap-cuap saya. Saya sangat terbuka menerima kritik dan saran dari para pembaca yang sempat berkunjung.

TERIMAKASIH

Regards, Ichi_go



Source Image : google (ga tau lengkapnya, udah lupa :D)


Komentar

  1. ketika ibu dikenai tanggung jawab atas perbuatan anaknya, cenderung tidak akan mengelak, kemudian bersedih, terkadang menyalah2i diri

    lain dengan bapak yg cenderung tidak mau tahu atas perbuatan anak, karena dianggap tdk termasuk proporsi tanggung jawabny sebagai orangtua laki-laki. untuk miringny pemikiran dangkal ini, saya masih belum mendapatkan jawabanny

    BalasHapus
  2. saya sangat setuju dengan pendapat, "sistem apapun itu seharusny bs mewadahi institusi keluarga utk berkembang&memajukan bangsa ini, bkn sebalikny membuat salah satu pihak terkukung".. memberikan semangat lebih utk berjuang dengan ilmu.. menciptakan keterbukaan pikiran mengenai peran orgtua, anak, keluarga awal saat orgtua menjadi anak, dan keluarga kelanjutan saat anak menjadi orangtua

    BalasHapus
  3. menurut saya yg perlu digaris bawahi pendidikan bukan untuk mencari kerja tapi untuk mengembangkan intelektual individu dengan itu kehidupan suami istri kan berjalan beriringan dan saling melengkapi karena sama mempunyai ilmu....

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap, bener, mas.. tapi menurut saya, ilmu itu lebih jauh lagi daripada sekedar mengembangkan intelektual individu. Ia harus bermanfaat untuk semesta alam. Jadi emang sempit banget kalau ilmu hanya untuk cari kerja (tapi tetap jadi salah satu manfaatnya) :)

      Hapus
  4. Sama-sama mengetahui....akhirnya berjalan beriringan....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

pelajaran dari novel "diorama sepasang AlBnna"

Seperti Bunga